Total Tayangan Halaman

Senin, 13 Februari 2017

plastisitas otak

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya setiap siswa telah dianugerahkan kecerdaasan yang luar biasa. Hal ini tentunya tidak dapat dipisahkan dari peran otak sebagai penyusun informasi. Otak mampu menyusun ulang informasi dengan informasi yang telah ada sebelumnya sehingga akhirnya tercipta ide atau gagasan yang telah diperbarui. Proses pembelajaran yang dikembangkan seharusnya mampu memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengoptimalkan kecerdasan otaknya.

Neurosains memberikan peran penting dalam membentuk pemahaman terhadap kegiatan belajar. Banyak ahli dari pakar teori belajar mengemukakan pandangan yang berbeda terhadap kegiatan belajar tersebut. Beberepa teori belajar yang akan dikemukakan meliputi teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konsturktivisme.  
Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah optimalisasi seluruh potensi kecerdasan manusia. Seluruh potensi manusia berpusat pada otaknya.Ilmu yang mempelajari otak adalah neurosains.
Oleh karena itu, pendidikan perlu memalukan neuurosains ke dalam praksis pembelajaran.
Menurut David A. Sousa, meskipun pendidik bukan pakar neurosains (otak),tetapi pendidikan adalah satu-satunya profesi yang pekerjaan setiap hari mengubah otak.Semakin tabu pendidik terhadap cara kerja otak, semakin sulit pendidik dapat mengembangkan potensi peserta didik
Namun demikian,pada dasarya pembelajar anak usia dini secara sempit, tetapi pembelajaran secara luas. Oleh karena itu, dalam buku ini sering digunakan istilah "anak","anak didik ".dalam pembelajaran sesuai dengan tahapan tahapan perkembangan dan pertembungan peserta didik.




A.    Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimasud plastilitas otak ?
2.      Bagaimana mekanisme plastilitas otak ?
3.      Factor apa saja yang dapat membatasi plastisitas otak?
4.      Bagaimana proses recoveri dan plastisitas otak?
5.      Bagaimana fungsi neuroplasticity dalam proses mengingat?
6.      Bagaimana fungsi neuroplasticity dalam memperbaiki  kerusakan atau kecacatan otak?

B.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan plastilitas otak.
2.      Untuk mengetahui bagaimana mekanisme plastilitas otak.
3.      Untuk mengetahui factor apa saja yang dapat membatasi plastisitas otak.
4.      Untuk mengetahui bagaimana Proses recoveri dan plastisitas otak.
5.      Untuk mengetahui fungsi neuroplasticity dalam proses mengingat.
6.      Untuk mengetahui fungsi neuroplasticity dalam memperbaiki  kerusakan atau kecacatan otak



BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Devinisi Plastisitas Otak
Istilah plastisitas berasal dari bahasa Yunani plaistikosa yang berarti membentuk, Secara umum plastisitas otak diartikan sebagai kemampuan otak untuk melakukan re-organisasi setelah mengalami cedera (injury) atau karena penyakit. Kata lain plastisitasotak (brain plasticity) adalah neuroplasticity atau brain malleability.
Kemampuan peyusunan syaraf untuk penyesuaian diri terhadap perubahan atau kerusakan yang disebabkan factor internal atau eksternal.
Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi terhadap kebutuhan fungsional.
Secara fisiologis plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
Plastisitas otak adalah kemampuan otak untuk mengorganisasi dirinya sendiri dengan pembentukan hubungan syaraf baru dalam seluruh pertumbuhan. Neuroplasticity mengizinkan neuron (sel saraf) dalam otak untuk mengganti selama luka dan sakit dan untuk melengkapi aktivitas mereka dalam menanggapi situasi baru atau yang mengubah lingkungan mereka.
Plastisitas merupakan salah satu kemampuan otak yang sangat penting, yang melingkupi berbagai kapabilitas otak, termasuk kemampuan untuk beradapatasi terhadap perubahan lingkungan dan penyimpanan memori dalam proses belajar. Karena itu anak-anak bisa belajar lebih cepat  dari pada dewasa, termasuk diantaranya menguasai bahasa asing di usia muda, penguasaan alat musik, bermain bola, bahkan pemulihan dari cedera otak yang lebih cepat.

B.     Mekanisme Plastisitas Otak
Pada masa fetal terdapat keseimbangan antara neurogenesis dan apoptosis sel neuron untuk mendapatkan jumlah neuron tertentu pada  setiap regio otak, proses ini terutama diamati pada trimester kedua kehamilan. Berbagai penelitian pada hewan menunjukkan bahwa terdapat produksi neuron yang sangat berlebihan pada masa fetus dibandingkan dengan jumlah akhir yang ditemukan pada otak yang matur. Over-produksi neuron ini diduga menjadi semacam reservoir yang dapat digunakan jika terjadi cedera (injury) otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neurogenesis ternyata masih terjadi setelah masa fetal bahkan hingga dewasa pada area tertentu di  otak, termasuk zona subventrikular dari ventrikel lateral dan zona subgranular dari girus dentate hipokampus.
Plastisitas otak  melingkupi perubahan pola fungsional dan struktural sebagai respons terhadap lingkungan, secara fisiolofis atau patologis, melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Perubahan terjadi pada tingkat kortikal berupa pola sinaptik dan representasi. Hipotesis lain menyebutkan dapat pula terjadi perubahan pada tingkat neuronal baik berupa perubahan morfologi ataupun fungsional.
Saat seorang anak lahir, ia memiliki jumlah neuron lebih dari 100 milyar, suatu jumlah sel neuron maksimal sepanjang hidupnya, sementara berat otak bayi saat lahir tidak lebih dari seperempat berat otak orang dewasa. Peningkatan massa otak dalam perkembangan seorang anak merefleksikan peningkatan yang spektakuler dari koneksi kortiko-kortical yang bersifat experience-dependent. Plastisitas experience-dependent merujuk pada mekanisme belajar dan penyimpanan memori sebagai hasil interaksi seorang individu dengan lingkungannya, kemudian membentuk jaringan neuronal tertentu yang mewakili memori autobiografikal. Plastisitas merupakan hasil dari kapasitas intrinsik otak untuk mengenali efek suatu pengalaman terhadap kebutuhan dasarnya sebagai makhluk hidup, untuk memulai proses belajar dan menyimpan memori. Proses ini akan bermuara pada pembentukan jutaan  jaringan neuronal (mnemonic) pada neokorteks, yang merepresentasikan isi memori autobiografik.
 Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive) , perubahan struktur neuron saraf dan organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan kematangan sistem saraf.
Untuk memberikan gambaran tentang plastisitas, maka penulis memberikan ilustrasi dengan membandingkan antara sifat plastisitas dan elastisitas.
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;
Suatu benda dengan bentuk awal segi empat jika diberi intervensi atau dimanipulasi untuk membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda berbentuk segi tiga akan tetapi pada akhirnya benda tersebut akan kembali pada bentuk awalnya, hal ini disebut sebagai kemampuan elestisitas.
Jika bentuk awal suatu benda berbentuk segi empat kemudian diberikan intervensi untuk membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda akan membentuk segi tiga dan juga menjadi bentuk akhir dari benda tersebut, hal ini disebut sebagai kemampuan plastisitas.
Dengan demikian jelas bahwa sifat elastisitas berbeda dengan sifat plastisitas. Sifat elastik artinya kemampuan suatu benda untuk dapat kembali pada bentuk asalnya, sedangkan sifat plastisitas menunjukkan kemampuan benda untuk berubah kedalam bentuk yang lain. Nilai positif dari adanya sifat plastisitas adalah pada pasien stroke menjadi potensi untuk dapat dikembangkan dan dibentuk sehingga dapat menghasilkan gerak yang fungsional dan normal. Nilai negatif dari adanya sufat plastisitas adalah jika metode yang diberikan tidak tepat, maka akan terbentuk pola yang tidak tepat pula



C.    Factor Yang Dapat Membatasi Plastisitas Otak
Secara garis besar factor-faktor yang dapat membatasi plastisitas otak yaitu :
1.      Factor prenatal
Termasuk dalam golongan ini adalah factor genetic yaitu efek gen atau efek kromosom, misalnya trisomy 21 pada sindrom Down. Banyak sekali efek kromosom yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan plastisitas otak. Penyimpangan ini sudah ada sejak dini dan dalam bermacam-macam fase, menyebabkan malformasi serebral, tergantung gen yang bersangkuta. Kesehatan ibu selam hamil, keadaan gizi dan emosi yang baik ikut mempegaruhi keadaan bayi sebelum lahir. Factor prenatal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya plastisitas otak adalah penyakit menahun pada ibu hamil seperti : tuberkolosis, hipertensi, diabetes mellitus, anemia, gangguan narkotik, alcohol serta rokok yang berlebihan. Usaha untuk menggugurkan kandungan sering pula berakibat cacatnya bayi yang lahir yang sering kali dapat disertai gangguan plastilitas otak, infeksi pada ibu hamil seperti rubella, cytomegalovirus (CMV) dan tokoplasmosis dapat mengakibatkan kerusakan otak yang potensial sehingga otak berkembang secara abnormal. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar X dalam kehamilan, abruprio placent, plasenta previa juga dapat mepeng aruhi tumbuhnya plastisitas otak.
2.      Jendela Peluang
Apabila tidak ada gangguan dalam lingkungan prenatal (sebelum kelahiran), bayi lahir dengan bekal sebanyak 100 miliar neuron dengan koneksi-koneksi awal, akan tetapi otak masih belum terbentuk secara sempurna. Otak neonatal hanyalah sebuah lukisan berbentuk sketsa, yang sama sekali belum sempurna dan lingkunganlah yang akan melengkapinya atau bahkan akan mengabaikannya. Penyempurnaan otak ini memiliki batas waktu dan inilah yang disebut jendela peluang. Proses penyempurnaan koneksi-koneksi dendrit akan terhenti, begitu jendela peluang tertutup.
Waktu tiga tahun adalah waktu peluang bagi mata untuk memperkuat koneksi dan jika waktu tiga tahun terlewati, maka “sketsa” sistem visual bayi akan tetap menjadi sketsa. Setelah tiga tahun, jendela peluang akan tertutup. Sousa mengungkapkan bahwa jendela peluang ini adalah periode ketika otak memerlukan jenis-jenis masukan tertentu untuk menciptakan atau menstabilkan struktur yang bertahan lama.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang tersebut bukan hanya terdapat pada proses penglihatan, tetapi juga kemampuan linguistik, gerakan, perasaan, musik, matematika, logika, dan sebagainya. Jendela peluang ini adalah periode kritis dan masa terbukanya jendela-jendela peluang ini berbeda-beda. Jendela peluang untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Bayi menguasai sekitar sepuluh kata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata pada usia tiga tahun, dan terus-menrus meningkat sampai 3.000 kata pada usia lima tahun.
Rakhmat (2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang untuk berbahasa tetap terbuka sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen bahasa tertutup lebih awal. Jendela bahasa tutur (spoken language) tertutup pada usia sepuluh atau sebelas tahun. Walaupun terdapat jendela-jendela peluang yang memberikan batasan pada kelenturan otak, proses belajar yang menumbuhkan, melestarikan, dan mengembangkan sel-sel otak dapat berlanjut sampai usia tua. Kapan saja otak kita mempelajari sesuatu yang baru, atau menghadapi tantangan, atau membuat kebiasaan-kebiasaan baru, maka otak akan menghasilkan cabang-cabang dendrit yang baru.
3.      Priode Stimulasi
Konsep pemetaan waktu-waktu ideal yang apabila dimaksimalkan stimulusnya (tentu yang tepat) akan menjadikan otak anak berkembang lebih optimal. Munculnya konsep jendela peluang didasarkan pada kenyataan bahwa otak manusia itu memiliki batas waktu. Artinya, ada batas waktu di mana koneksi-koneksi dendrit akan terhenti dan tidak akan pernah terjadi lagi, walaupun plastisitas otak senantiasa terjaga sampai usia tua.
Di sinilah orangtua harus memperhatikan “pencekokan” pemberian materi pengetahuan. Pencekokan ini dapat terjadi kapan saja, akan tetapi pembentukan kompetensi generik tidak bisa diulang dalam waktu berbeda. Kompetensi generik yang dimaksud antara lain: kemampuan mengendalikan diri, kemampuan mengolah data dan informasi, kemampuan mengambil keputusan dengan cerdas, kemampuan berempati dan mengasihi, dan kemampuan dalam mengenali hal-hal yang bersifat transenden (spiritual).
Pada kenyataannya, semua kemampuan dasar ini terbentuk dari proses pendidikan yang diberikan oleh lingkungan, khususnya pendidikan yang diberikan orangtua di rumah. Apabila kita kerucutkan, unsur pembentuknya meliputi semua yang dia makan (nutrisi) dan semua dia rasakan (stimulus atau rangsangan). Dengan demikian, optimalisasi tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh pemenuhan kedua hal tersebut. Inilah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara bersamaan agar otak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

D.    Proses recoveri dan plastisitas otak
Fase Diaschisis dikategorikan sbg pemulihan spontan dan reorganisasi mekanisme neural (perbaikan neurologis). Gangguan laten dari aktivitas neuronal di dekat area kerusakan, di mana terjadi penurunan suplai darah dan metabolisme Biasanya pasien menunjukkan gejala flaccid, setelah itu terjadi pemulihan dini (3-4 minggu setelah lesi/kerusakan) biasanya disebabkan oleh resolusi dari diaschisis, hilangnya edema serebri, perbaikan fungsi sel saraf daerah penumbra, serta adanya kolateral dapat terjadi dalam waktu yang tidak lama.
Plastisitas Otak terjadi setelah fase diaschisis apabila dibutuhkan melalui mekanisme regeneration yang disebut Silent Synapsis Recruitment, Denervation Supersensitivity, Axonal Regeneration dan Collateral sprouting
1.      Pengefektifan sinapsis laten (Silent Synapsis Recruitment): Pembukaan jalur yang sebelumnya telah ada tetapi secara fungsional terdepres melalui proses belajar dapat dipanggil ketika sistem yang biasa telah gagal.
2.      Peningkatan sensitivitas hubungan saraf (Denervation Supersensitivity): pasca sinapsis menjadi sangat sensitif sehingga impuls saraf minimal mampu diterima, perubahan dalam konduksi dendrit termasuk peningkatan pengeluaran transmitter dan  disinhibisi terminal eksitatoris.
3.      Axonal Regeneration terjadi regenerasi pada serabut saraf dimulai dari proksimal menuju ke distal.
4.      Collateral Sprouting (pertunasan kolateral) merupakan pertunasan dari sel yang utuh / tidak rusak yang berdekatan dengan jaringan saraf yang rusak, ke daerah denervasi setelah sebagian/semua input normalnya rusak. Pertunasan meningkatkan efektivitas sinaptik dan menggantikan sinaps yang rusak sinaptogenesis dinamis yang terus menerus terjadi dalam keadaan normal.

E.     Fungsi neuroplasticity dalam proses mengingat
Ketika kita memperoleh suatu informasi yang baru, informasi itu diterima didalam otak kita pertama kali sebagai informasi yang bersifat sementara.
Otak akan menentukan apakah informasi tersebut bersifat penting atau tidak.Pengulangan informasi atau pengalaman yang sering terulang, meningkatkanjumlah koneksi untuk dapat memasuki informasi tersebut pada derajatinformasi kekal dalam otak.
Aplikasi dari Neuroplasticity , yaitu menghapus informasi yang tidak diperlukan oleh otak, dengan menghadirkan informasi-informasi baru dalam sebuah ingatan.

F.     Fungsi neuroplasticity dalam memperbaiki  kerusakan atau kecacatan otak
Neuroplasticity adalah penyimpanan bagus pada kerusakan atau cacat otak; tanpanya, kehilangan fungsi tidak dapat pernah dicapai kembali, juga tidak dapat merusak proses yang pernah diharapkan dapat membaik. Plasticity membolehkan otak untuk membangun ulang koneksi yang, karena luka berat, penyakit, atau genetik yang malang, telah dihasilkan dalam penurunan kemampuan. Ini juga membolehkan kita untuk mengganti selama kerusakan atau disfungsi jalur neural dengan memperkuat atau mengubah jalur kita yang tersisa. Sedangkan proses ini mungkin terjadi dalam sejumlah cara apapun, ilmuan telah mengidentifikasi lebih dari empat pola plasticity yang terlihat bekerja baik dalam situasi yang berbeda. Sebagai contoh, kasus dalam kesehatan sel di sekitar daerah luka pada otak mengubah fungsinya, bahkan bentuknya, jadi ketika mengerjakan tugas dan memindah sinyal yang sebelumnya disepakati dengan neuron yang sekarang terluka pada daerah yang luka. Proses ini, disebut “perluasan fungsi peta,” berakibat dalam mengubah sejumlah permukaan daerah otak yang didekikasikan untuk mengirim dan menerima sinyal dari beberapa bagian khusus pada tubuh. Sel otak dapat juga mengenali adanya jalur synaptic; bentuk plasticity ini, diketahui sebagai “sebagai pengganti kepalsuan,” membolehkan jalur siap dibangun yang bersebelahan dengan daerah yang rusak untuk menanggapi perubahan dalam tubuh yang disebabkan oleh hilangnya fungsi dalam beberapa daerah lainnya. Sebelum proses neuroplastic lainnya, “homologous region adoption,” membolehkan satu seluruh daerah otak untuk mengendalikan fungsi dari daerah otak yang jauh lainnya (satu tidak dengan segera bersebelahan dengan daerah pengganti, seperti dalam perluasan peta fungsi) yang telah dirusak. Dan, akhirnya, neuroplasticity dapat terjadi dalam bentuk “cross model reassignment,” yang membolehkan satu jenis input panca indera untuk secara keseluruhan mengganti kerusakan lainnya. Cross-model reassignment membolehkan otak bagi individual yang buta, dalam belajar membaca Braille, dan akhirnya proses input penglihatan pada tulisan, tergantikan dengan indra peraba melalui Braille (memperbaharui indera peraba dan juga memindahkan tanggung jawab penglihatan dalam daerah otak yang dihubungkan dengan membaca ). Satu atau beberapa respon neuroplastic ini memungkinkan kita untuk sembuh, terkadang dengan kelengkapan yang ajaib, dari kepala yang terluka, penyakit otak, atau cacat cognitif.
Seiring perkembangan sel,terdapat kelebihan produksi yang sangat besar dari neuron.Sel yang diproduksi kira-kira setengahnya mati karena berbagai faktor.Salah satu faktor terkait pada kematian sel adalah apoptosis atau kematian sel yang diprogram.Sel yang dikeluarkan dengan cara menyusut dan kemudian diserap kedalam sel yang lain.Faktor utama yang mengatur apoptosis adalah kehadiran faktor neutropik yang merupakan protein yang mempromosikan perkembangan neuronal dan aksonal serta kelangsungan hidup.Ketika nuetropin terlalu rendah,molekul dalam memicu degenerasi sel.
1.      Kesalahan dan Konsekuensi    
Kesalahan apoptosis dapat dikaitkan dengan segala konsekuensi yang mendalam seperti keterbelakangan mental,kelainan emosi dan prilaku.ketika kita memahami akibat dari pengurangan jumlah neuron melalui aktivitas apoptosis,kita tidak tahu berkurangnya saraf apoptosis.Sebagai contoh,pada kasus down syndrome,penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jumlah neuron ini disebabkan peningkatan apoptosis.Neuron merupakan dasar komunikasi,pengurangan dalam jumlah keseluruhan memiliki dampak yang besar pada fungsi mental.Tanpa neuron tidak ada akson,dendrit atau sinaps yang membawa komunikasi di otak.
2.      Pemangkasan Sinaps
Hilangnya neuron melalui apoptosis dengan mengurangi jumlah sinaps.Ada mekanisme lain mengarah pada hilangnya sinaps (tanpa hilangnya neuron).Ini sangat penting karena ada kelebihan produksi sinaps pada penambahan  kelebihan produksi neuron.
3.      Perubahan anatomi
Perubahan anatomi karena pemangkasan sinaps terlihat terutama pada tingkat molekul.Sedangkan perubahan kepadatan otak karena pemangkasan dapat dilihat dengan teknik pencitraan struktural.



BAB III
Kesimpulan

Plastisitas menjelaskan pengalaman menata jalur saraf di otak. Perubahan fungsional jangka panjang dalam otak terjadi ketika kita belajar hal-hal baru atau mengingat informasi baru. Plastisitas adalah kapasitas otak untuk berubah struktur dan fungsinya. Otak bersifat plastis. Bagi pasien dengan cedera otak, plastisitas adalah mekanisme adaptif untuk mengkompensasi fungsi yang hilang dan / atau untuk memaksimalkan fungsi tersisa dalam hal cedera otak. Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat bervariasi. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol (kanker).
Pemulihan sebenarnya (true recovery) pada otak mungkin terjadi pada situasi tertentu. Kompensasi mungkin bisa lebih menonjol dibanding dengan pemulihan sebenarnya bila kompensasi dikedepankan maka pemulihan sebenarnya tidak akan terjadi. Pasien harus tahu kapan mengembangkan pemulihan sebenarnya atau kompensasi, karena pemulihan sebenarnya memungkinkan gerakan fungsional yang efektif dan efisien walaupun akan terjadi kelambatan kemajuan gerak fungsional.
Proses pembelajaran dan latihan dini lebih efektif daripada intervensi yang terlambat, semakin intens latihan menghasilkan outcome yang lebih baik, semakin spesifik jenis latihan, semakin baik hasil fungsionalnya. Pemulihan maksimal terjadi pada masa-masa awal (golden period) tetapi pemulihan dapat terus berlangsung hingga beberapa tahun (jangka panjang). Study pada otak hewan, latihan motorik memperkuat hubungan neuron yang ada dan menciptakan hubungan yang baru. Pada manusia, latihan motorik menghasilkan perubahan fungsional di dalam otak.
Informasi yang masuk dan diterima memori jangka pendek hanya merupakan fenomena biolistrik yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Keberhasilan pembelajaran dan latihan terjadi, bila informasi ditransfer ke memori jangka panjang sehingga dapat diingat lebih lamaProses transfer informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang  melalui strategi latihan, ulangan, perhatian dan asosiasi
Orang dengan pengangkatan satu belahan otak (hemispherectomy) ternyata menunjukkan relokasi fungsi dan melatih otak yang tersisa untuk melakukan aktivitas yang dulunya dikerjakan oleh hemisfer yang sudah diangkat. Otak bisa dianalogikan dengan otot, dimana semakin diaktifkan semakin baik hasil yang diperoleh. Neural Plasticity dapat terjadi tidak hanya pada pemulihan kemampuan motorik dan sensorik,  tetapi juga pada kemampuan memori, penglihatan ataupun bicara, bahkan beberapa tahun setelah stroke, plastisitas otak  dapat terus terjadi sepanjang kehidupan.
Masih ada harapan untuk lebih baik,  bagi penderita pasca kerusakan otak, asal ada kemauan exercise (latihan) rutin dalam keseharian hidup kita




DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC
Kulak W, Sobaniec W. Molecular mechanisms of brain plasticity: neurophysiologic and neuroimaging studies in the developing patients. Rocz Akad Med Bialymst. 2004;49:227-36.
WebMDnetwork. MedicineNet.com.  2004  [diakses  19 Januari 2017]; diunduh dari: www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=7785
Johnston MV. Plasticity in the developing brain: implications for rehabilitation. Dev Disabil Res Rev. 2009;15:94-101.
Leocani L, Comi G. Electrophysiological studies of brain plasticity of the motor system. Neurol Sci. 2006;27:S27-9.
Koukkou M, Lehmann D. Experience-dependent brain plasticity: A key concept for studying nonconsious decisions. International Congress Series. 2006;1286:45-52.
Nass R. Handbook of Neuropsychology. In: Segalowitz SJ, Rapin I, eds. Plasticity: mechanism, extent and limits: Elsevier Science 2002. [diakses 19 Januari 2017]; diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=jALJFGqb8p0C&pg=PA29&lpg=PA29&dq=brain+plasticity,+mechanism,+pediatrics
Anderson V, Catroppa C, Morse S, Haritou F, Rosenfeld J. Functional plasticity or vulnerability after early brain injury? Pediatrics. 2005;116:1374-82.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar