BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya
setiap siswa telah dianugerahkan kecerdaasan yang luar biasa. Hal ini tentunya
tidak dapat dipisahkan dari peran otak sebagai penyusun informasi. Otak mampu
menyusun ulang informasi dengan informasi yang telah ada sebelumnya sehingga
akhirnya tercipta ide atau gagasan yang telah diperbarui. Proses pembelajaran
yang dikembangkan seharusnya mampu memberikan kesempatan kepada setiap siswa
untuk mengoptimalkan kecerdasan otaknya.
Neurosains memberikan peran penting dalam membentuk pemahaman terhadap kegiatan belajar. Banyak ahli dari pakar teori belajar mengemukakan pandangan yang berbeda terhadap kegiatan belajar tersebut. Beberepa teori belajar yang akan dikemukakan meliputi teori behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konsturktivisme.
Secara filosofis, hakikat pendidikan adalah
optimalisasi seluruh potensi kecerdasan manusia. Seluruh potensi manusia
berpusat pada otaknya.Ilmu yang mempelajari otak adalah neurosains.
Oleh
karena itu, pendidikan perlu memalukan neuurosains ke dalam praksis
pembelajaran.
Menurut
David A. Sousa, meskipun pendidik bukan pakar neurosains (otak),tetapi
pendidikan adalah satu-satunya profesi yang pekerjaan setiap hari mengubah
otak.Semakin tabu pendidik terhadap cara kerja otak, semakin sulit pendidik
dapat mengembangkan potensi peserta didik
Namun
demikian,pada dasarya pembelajar anak usia dini secara sempit, tetapi
pembelajaran secara luas. Oleh karena itu, dalam buku ini sering digunakan
istilah "anak","anak didik ".dalam pembelajaran sesuai
dengan tahapan tahapan perkembangan dan pertembungan peserta didik.
A.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimasud plastilitas otak ?
2. Bagaimana
mekanisme plastilitas otak ?
3. Factor apa saja yang dapat
membatasi plastisitas otak?
4. Bagaimana
proses recoveri dan
plastisitas otak?
5. Bagaimana
fungsi neuroplasticity dalam proses mengingat?
6. Bagaimana
fungsi neuroplasticity dalam memperbaiki
kerusakan atau kecacatan otak?
B.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan plastilitas otak.
2. Untuk
mengetahui bagaimana mekanisme plastilitas otak.
3. Untuk
mengetahui factor apa
saja yang dapat membatasi plastisitas otak.
4. Untuk mengetahui bagaimana
Proses recoveri dan
plastisitas otak.
5. Untuk mengetahui fungsi
neuroplasticity dalam proses mengingat.
6. Untuk mengetahui fungsi
neuroplasticity dalam memperbaiki
kerusakan atau kecacatan otak
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Devinisi Plastisitas
Otak
Istilah
plastisitas berasal dari bahasa Yunani plaistikosa yang berarti membentuk,
Secara umum plastisitas otak diartikan sebagai kemampuan otak untuk melakukan
re-organisasi setelah mengalami cedera (injury) atau karena penyakit.
Kata lain plastisitasotak (brain
plasticity) adalah neuroplasticity atau
brain malleability.
Kemampuan peyusunan syaraf untuk
penyesuaian diri terhadap perubahan atau kerusakan yang disebabkan factor
internal atau eksternal.
Plastisitas
otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi
dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat
yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi terhadap
kebutuhan fungsional.
Secara
fisiologis plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan
reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas
merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi
terhadap kebutuhan fungsional.
Plastisitas otak adalah kemampuan otak
untuk mengorganisasi dirinya sendiri dengan pembentukan hubungan syaraf baru
dalam seluruh pertumbuhan. Neuroplasticity mengizinkan neuron (sel saraf) dalam
otak untuk mengganti selama luka dan sakit dan untuk melengkapi aktivitas
mereka dalam menanggapi situasi baru atau yang mengubah lingkungan mereka.
Plastisitas
merupakan salah satu kemampuan otak yang sangat penting, yang melingkupi
berbagai kapabilitas otak, termasuk kemampuan untuk beradapatasi terhadap
perubahan lingkungan dan penyimpanan memori dalam proses belajar. Karena itu
anak-anak bisa belajar lebih cepat dari pada dewasa, termasuk diantaranya
menguasai bahasa asing di usia muda, penguasaan alat musik, bermain bola,
bahkan pemulihan dari cedera otak yang lebih cepat.
B. Mekanisme Plastisitas Otak
Pada masa fetal
terdapat keseimbangan antara neurogenesis dan apoptosis sel neuron untuk
mendapatkan jumlah neuron tertentu pada setiap regio otak, proses ini
terutama diamati pada trimester kedua kehamilan. Berbagai penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa terdapat produksi neuron yang sangat berlebihan pada masa
fetus dibandingkan dengan jumlah akhir yang ditemukan pada otak yang matur.
Over-produksi neuron ini diduga menjadi semacam reservoir yang dapat digunakan
jika terjadi cedera (injury) otak. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa neurogenesis ternyata masih terjadi setelah masa fetal bahkan hingga
dewasa pada area tertentu di otak, termasuk zona subventrikular dari
ventrikel lateral dan zona subgranular dari girus dentate hipokampus.
Plastisitas
otak melingkupi perubahan pola fungsional dan struktural sebagai respons
terhadap lingkungan, secara fisiolofis atau patologis, melalui beberapa
mekanisme yang berbeda. Perubahan terjadi pada tingkat kortikal berupa pola
sinaptik dan representasi. Hipotesis lain menyebutkan dapat pula terjadi
perubahan pada tingkat neuronal baik berupa perubahan morfologi ataupun
fungsional.
Saat seorang
anak lahir, ia memiliki jumlah neuron lebih dari 100 milyar, suatu jumlah sel
neuron maksimal sepanjang hidupnya, sementara berat otak bayi saat lahir tidak
lebih dari seperempat berat otak orang dewasa. Peningkatan massa otak dalam
perkembangan seorang anak merefleksikan peningkatan yang spektakuler dari
koneksi kortiko-kortical yang bersifat experience-dependent.
Plastisitas experience-dependent merujuk pada mekanisme belajar dan
penyimpanan memori sebagai hasil interaksi seorang individu dengan
lingkungannya, kemudian membentuk jaringan neuronal tertentu yang mewakili
memori autobiografikal. Plastisitas merupakan hasil dari kapasitas intrinsik
otak untuk mengenali efek suatu pengalaman terhadap kebutuhan dasarnya sebagai
makhluk hidup, untuk memulai proses belajar dan menyimpan memori. Proses ini
akan bermuara pada pembentukan jutaan jaringan neuronal (mnemonic)
pada neokorteks, yang merepresentasikan isi memori autobiografik.
Plastisitas
merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradabtasi
terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical),
penerimaan saraf (neuroreceptive) , perubahan struktur neuron saraf dan
organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan
kematangan sistem saraf.
Untuk
memberikan gambaran tentang plastisitas, maka penulis memberikan ilustrasi
dengan membandingkan antara sifat plastisitas dan elastisitas.
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut;
Suatu benda
dengan bentuk awal segi empat jika diberi intervensi atau dimanipulasi untuk
membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda berbentuk segi tiga
akan tetapi pada akhirnya benda tersebut akan kembali pada bentuk awalnya, hal
ini disebut sebagai kemampuan elestisitas.
Jika bentuk
awal suatu benda berbentuk segi empat kemudian diberikan intervensi untuk
membentuk segi tiga, maka pada saat proses dilakukan benda akan membentuk segi
tiga dan juga menjadi bentuk akhir dari benda tersebut, hal ini disebut sebagai
kemampuan plastisitas.
Dengan demikian
jelas bahwa sifat elastisitas berbeda dengan sifat plastisitas. Sifat elastik
artinya kemampuan suatu benda untuk dapat kembali pada bentuk asalnya,
sedangkan sifat plastisitas menunjukkan kemampuan benda untuk berubah kedalam
bentuk yang lain.
Nilai positif
dari adanya sifat plastisitas adalah pada pasien stroke menjadi potensi untuk
dapat dikembangkan dan dibentuk sehingga dapat menghasilkan gerak yang
fungsional dan normal.
Nilai negatif
dari adanya sufat plastisitas adalah jika metode yang diberikan tidak tepat,
maka akan terbentuk pola yang tidak tepat pula
C. Factor Yang Dapat Membatasi Plastisitas Otak
Secara garis besar factor-faktor yang dapat membatasi plastisitas otak
yaitu :
1.
Factor prenatal
Termasuk dalam golongan ini adalah
factor genetic yaitu efek gen atau efek kromosom, misalnya trisomy 21 pada
sindrom Down. Banyak sekali efek kromosom yang dapat menyebabkan gangguan
perkembangan plastisitas otak. Penyimpangan ini sudah ada sejak dini dan dalam
bermacam-macam fase, menyebabkan malformasi serebral, tergantung gen yang
bersangkuta. Kesehatan ibu selam hamil, keadaan gizi dan emosi yang baik ikut
mempegaruhi keadaan bayi sebelum lahir. Factor prenatal lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya plastisitas otak adalah penyakit menahun pada ibu hamil
seperti : tuberkolosis, hipertensi, diabetes mellitus, anemia, gangguan
narkotik, alcohol serta rokok yang berlebihan. Usaha untuk menggugurkan
kandungan sering pula berakibat cacatnya bayi yang lahir yang sering kali dapat
disertai gangguan plastilitas otak, infeksi pada ibu hamil seperti rubella,
cytomegalovirus (CMV) dan tokoplasmosis dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
potensial sehingga otak berkembang secara abnormal. Anoksia dalam kandungan, terkena
radiasi sinar X dalam kehamilan, abruprio placent, plasenta previa juga
dapat mepeng aruhi tumbuhnya plastisitas otak.
2.
Jendela Peluang
Apabila tidak ada gangguan dalam lingkungan
prenatal (sebelum kelahiran), bayi lahir dengan bekal sebanyak 100 miliar
neuron dengan koneksi-koneksi awal, akan tetapi otak masih belum terbentuk
secara sempurna. Otak neonatal hanyalah sebuah lukisan berbentuk sketsa, yang
sama sekali belum sempurna dan lingkunganlah yang akan melengkapinya atau
bahkan akan mengabaikannya. Penyempurnaan otak ini memiliki batas waktu dan
inilah yang disebut jendela peluang. Proses penyempurnaan koneksi-koneksi
dendrit akan terhenti, begitu jendela peluang tertutup.
Waktu
tiga tahun adalah waktu peluang bagi mata untuk memperkuat koneksi dan jika
waktu tiga tahun terlewati, maka “sketsa” sistem visual bayi akan tetap menjadi
sketsa. Setelah tiga tahun, jendela peluang akan tertutup. Sousa mengungkapkan
bahwa jendela peluang ini adalah periode ketika otak memerlukan jenis-jenis
masukan tertentu untuk menciptakan atau menstabilkan struktur yang bertahan
lama.
Rakhmat
(2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang tersebut bukan hanya terdapat pada
proses penglihatan, tetapi juga kemampuan linguistik, gerakan, perasaan, musik,
matematika, logika, dan sebagainya. Jendela peluang ini adalah periode kritis
dan masa terbukanya jendela-jendela peluang ini berbeda-beda. Jendela peluang
untuk belajar bahasa mulai terbuka pada usia dua bulan. Bayi menguasai sekitar
sepuluh kata per hari, sehingga ia menguasai sekitar 900 kata pada usia tiga
tahun, dan terus-menrus meningkat sampai 3.000 kata pada usia lima tahun.
Rakhmat
(2005) mengungkapkan bahwa jendela peluang untuk berbahasa tetap terbuka
sepanjang hidup kita. Tetapi beberapa komponen bahasa tertutup lebih awal.
Jendela bahasa tutur (spoken language) tertutup pada usia sepuluh atau
sebelas tahun. Walaupun terdapat jendela-jendela peluang yang memberikan
batasan pada kelenturan otak, proses belajar yang menumbuhkan, melestarikan,
dan mengembangkan sel-sel otak dapat berlanjut sampai usia tua. Kapan saja otak
kita mempelajari sesuatu yang baru, atau menghadapi tantangan, atau membuat
kebiasaan-kebiasaan baru, maka otak akan menghasilkan cabang-cabang dendrit
yang baru.
3.
Priode Stimulasi
Konsep pemetaan waktu-waktu ideal yang apabila dimaksimalkan
stimulusnya (tentu yang tepat) akan menjadikan otak anak berkembang lebih
optimal. Munculnya konsep jendela peluang didasarkan pada kenyataan bahwa otak
manusia itu memiliki batas waktu. Artinya, ada batas waktu di mana
koneksi-koneksi dendrit akan terhenti dan tidak akan pernah terjadi lagi,
walaupun plastisitas otak senantiasa terjaga sampai usia tua.
Di sinilah orangtua harus memperhatikan “pencekokan”
pemberian materi pengetahuan. Pencekokan ini dapat terjadi kapan saja, akan
tetapi pembentukan kompetensi generik tidak bisa diulang dalam waktu berbeda.
Kompetensi generik yang dimaksud antara lain: kemampuan mengendalikan diri,
kemampuan mengolah data dan informasi, kemampuan mengambil keputusan dengan
cerdas, kemampuan berempati dan mengasihi, dan kemampuan dalam mengenali
hal-hal yang bersifat transenden (spiritual).
Pada kenyataannya, semua kemampuan dasar ini terbentuk dari
proses pendidikan yang diberikan oleh lingkungan, khususnya pendidikan yang
diberikan orangtua di rumah. Apabila kita kerucutkan, unsur pembentuknya
meliputi semua yang dia makan (nutrisi) dan semua dia rasakan (stimulus atau rangsangan).
Dengan demikian, optimalisasi tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh pemenuhan kedua hal tersebut. Inilah
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara bersamaan agar otak bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal.
D. Proses recoveri dan plastisitas otak
Fase Diaschisis dikategorikan sbg pemulihan spontan dan
reorganisasi mekanisme neural (perbaikan neurologis). Gangguan laten dari
aktivitas neuronal di dekat area kerusakan, di mana terjadi penurunan
suplai darah dan metabolisme Biasanya pasien menunjukkan gejala flaccid,
setelah itu terjadi pemulihan dini (3-4 minggu setelah lesi/kerusakan) biasanya
disebabkan oleh resolusi dari diaschisis, hilangnya edema serebri, perbaikan
fungsi sel saraf daerah penumbra, serta adanya kolateral dapat terjadi dalam
waktu yang tidak lama.
Plastisitas
Otak terjadi
setelah fase diaschisis apabila dibutuhkan melalui mekanisme regeneration yang
disebut Silent Synapsis
Recruitment, Denervation Supersensitivity, Axonal Regeneration dan Collateral
sprouting
1.
Pengefektifan sinapsis laten (Silent Synapsis
Recruitment): Pembukaan jalur yang sebelumnya telah ada tetapi secara
fungsional terdepres melalui proses belajar dapat dipanggil ketika sistem yang
biasa telah gagal.
2.
Peningkatan sensitivitas hubungan saraf
(Denervation Supersensitivity): pasca sinapsis menjadi sangat sensitif sehingga
impuls saraf minimal mampu diterima, perubahan dalam konduksi dendrit termasuk
peningkatan pengeluaran transmitter dan disinhibisi terminal
eksitatoris.
3.
Axonal
Regeneration terjadi regenerasi pada serabut saraf dimulai dari proksimal
menuju ke distal.
4.
Collateral
Sprouting (pertunasan kolateral) merupakan
pertunasan dari sel yang utuh / tidak rusak yang berdekatan dengan jaringan
saraf yang rusak, ke daerah denervasi setelah sebagian/semua input normalnya
rusak. Pertunasan meningkatkan efektivitas sinaptik dan menggantikan sinaps
yang rusak sinaptogenesis dinamis yang terus menerus terjadi dalam keadaan
normal.
E.
Fungsi
neuroplasticity dalam proses mengingat
Ketika kita
memperoleh suatu informasi yang baru, informasi itu diterima didalam otak kita
pertama kali sebagai informasi yang bersifat sementara.
Otak akan
menentukan apakah informasi tersebut bersifat penting atau tidak.Pengulangan
informasi atau pengalaman yang sering terulang, meningkatkanjumlah koneksi
untuk dapat memasuki informasi tersebut pada derajatinformasi kekal dalam otak.
Aplikasi dari
Neuroplasticity , yaitu menghapus informasi yang tidak diperlukan oleh otak,
dengan menghadirkan informasi-informasi baru dalam sebuah ingatan.
F.
Fungsi
neuroplasticity dalam memperbaiki
kerusakan atau kecacatan otak
Neuroplasticity
adalah penyimpanan bagus pada kerusakan atau cacat otak; tanpanya, kehilangan
fungsi tidak dapat pernah dicapai kembali, juga tidak dapat merusak proses yang
pernah diharapkan dapat membaik. Plasticity membolehkan otak untuk membangun
ulang koneksi yang, karena luka berat, penyakit, atau genetik yang malang,
telah dihasilkan dalam penurunan kemampuan. Ini juga membolehkan kita untuk
mengganti selama kerusakan atau disfungsi jalur neural dengan memperkuat atau
mengubah jalur kita yang tersisa. Sedangkan proses ini mungkin terjadi dalam
sejumlah cara apapun, ilmuan telah mengidentifikasi lebih dari empat pola
plasticity yang terlihat bekerja baik dalam situasi yang berbeda. Sebagai
contoh, kasus dalam kesehatan sel di sekitar daerah luka pada otak mengubah
fungsinya, bahkan bentuknya, jadi ketika mengerjakan tugas dan memindah sinyal
yang sebelumnya disepakati dengan neuron yang sekarang terluka pada daerah yang
luka. Proses ini, disebut “perluasan fungsi peta,” berakibat dalam mengubah
sejumlah permukaan daerah otak yang didekikasikan untuk mengirim dan menerima
sinyal dari beberapa bagian khusus pada tubuh. Sel otak dapat juga mengenali
adanya jalur synaptic; bentuk plasticity ini, diketahui sebagai “sebagai
pengganti kepalsuan,” membolehkan jalur siap dibangun yang bersebelahan dengan
daerah yang rusak untuk menanggapi perubahan dalam tubuh yang disebabkan oleh
hilangnya fungsi dalam beberapa daerah lainnya. Sebelum proses neuroplastic
lainnya, “homologous region adoption,” membolehkan satu seluruh daerah otak
untuk mengendalikan fungsi dari daerah otak yang jauh lainnya (satu tidak
dengan segera bersebelahan dengan daerah pengganti, seperti dalam perluasan
peta fungsi) yang telah dirusak. Dan, akhirnya, neuroplasticity dapat
terjadi dalam bentuk “cross model reassignment,” yang membolehkan satu jenis
input panca indera untuk secara keseluruhan mengganti kerusakan lainnya.
Cross-model reassignment membolehkan otak bagi individual yang buta, dalam
belajar membaca Braille, dan akhirnya proses input penglihatan pada
tulisan, tergantikan dengan indra peraba melalui Braille (memperbaharui indera
peraba dan juga memindahkan tanggung jawab penglihatan dalam daerah otak yang
dihubungkan dengan membaca ). Satu atau beberapa respon neuroplastic ini
memungkinkan kita untuk sembuh, terkadang dengan kelengkapan yang ajaib, dari
kepala yang terluka, penyakit otak, atau cacat cognitif.
Seiring
perkembangan sel,terdapat kelebihan produksi yang sangat besar dari neuron.Sel
yang diproduksi kira-kira setengahnya mati karena berbagai faktor.Salah satu
faktor terkait pada kematian sel adalah apoptosis atau kematian sel yang diprogram.Sel
yang dikeluarkan dengan cara menyusut dan kemudian diserap kedalam sel yang
lain.Faktor utama yang mengatur apoptosis adalah kehadiran faktor neutropik
yang merupakan protein yang mempromosikan perkembangan neuronal dan aksonal
serta kelangsungan hidup.Ketika nuetropin terlalu rendah,molekul dalam memicu
degenerasi sel.
1. Kesalahan
dan Konsekuensi
Kesalahan apoptosis
dapat dikaitkan dengan segala konsekuensi yang mendalam seperti keterbelakangan
mental,kelainan emosi dan prilaku.ketika kita memahami akibat dari pengurangan
jumlah neuron melalui aktivitas apoptosis,kita tidak tahu berkurangnya saraf
apoptosis.Sebagai contoh,pada kasus down syndrome,penelitian menunjukkan bahwa
pengurangan jumlah neuron ini disebabkan peningkatan apoptosis.Neuron merupakan
dasar komunikasi,pengurangan dalam jumlah keseluruhan memiliki dampak yang
besar pada fungsi mental.Tanpa neuron tidak ada akson,dendrit atau sinaps yang
membawa komunikasi di otak.
2. Pemangkasan
Sinaps
Hilangnya neuron
melalui apoptosis dengan mengurangi jumlah sinaps.Ada mekanisme lain mengarah
pada hilangnya sinaps (tanpa hilangnya neuron).Ini sangat penting karena ada
kelebihan produksi sinaps pada penambahan kelebihan produksi neuron.
3. Perubahan
anatomi
Perubahan anatomi karena
pemangkasan sinaps terlihat terutama pada tingkat molekul.Sedangkan perubahan
kepadatan otak karena pemangkasan dapat dilihat dengan teknik pencitraan
struktural.
BAB III
Kesimpulan
Plastisitas
menjelaskan pengalaman menata jalur saraf di otak. Perubahan fungsional jangka
panjang dalam otak terjadi ketika kita belajar hal-hal baru atau mengingat
informasi baru. Plastisitas adalah kapasitas otak untuk berubah struktur dan
fungsinya. Otak bersifat plastis. Bagi pasien dengan cedera otak, plastisitas
adalah mekanisme adaptif untuk mengkompensasi fungsi yang hilang dan / atau
untuk memaksimalkan fungsi tersisa dalam hal cedera otak. Apoptosis memiliki
peranan penting dalam fenomena biologis, proses apoptosis yang tidak sempurna
dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat bervariasi. Terlalu banyak
apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit
apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol (kanker).
Pemulihan sebenarnya (true recovery) pada otak mungkin
terjadi pada situasi tertentu. Kompensasi mungkin bisa lebih menonjol dibanding
dengan pemulihan sebenarnya bila kompensasi dikedepankan maka pemulihan
sebenarnya tidak akan terjadi. Pasien harus tahu kapan mengembangkan pemulihan
sebenarnya atau kompensasi, karena pemulihan sebenarnya memungkinkan gerakan
fungsional yang efektif dan efisien walaupun akan terjadi kelambatan kemajuan
gerak fungsional.
Proses pembelajaran dan latihan dini lebih efektif
daripada intervensi yang terlambat, semakin intens latihan menghasilkan outcome
yang lebih baik, semakin spesifik jenis latihan, semakin baik hasil
fungsionalnya. Pemulihan maksimal terjadi pada masa-masa awal (golden period)
tetapi pemulihan dapat terus berlangsung hingga beberapa tahun (jangka
panjang). Study pada otak hewan, latihan motorik
memperkuat hubungan neuron yang ada dan menciptakan hubungan yang baru. Pada
manusia, latihan motorik menghasilkan perubahan fungsional di dalam otak.
Informasi
yang masuk dan diterima memori jangka pendek hanya merupakan fenomena
biolistrik yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Keberhasilan
pembelajaran dan latihan terjadi, bila informasi ditransfer ke memori jangka
panjang sehingga dapat diingat lebih lamaProses transfer informasi dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang melalui strategi latihan, ulangan,
perhatian dan asosiasi
Orang
dengan pengangkatan satu belahan otak (hemispherectomy) ternyata menunjukkan
relokasi fungsi dan melatih otak yang tersisa untuk melakukan aktivitas yang
dulunya dikerjakan oleh hemisfer yang sudah diangkat. Otak bisa dianalogikan
dengan otot, dimana semakin diaktifkan semakin baik hasil yang diperoleh.
Neural Plasticity dapat terjadi tidak hanya pada pemulihan kemampuan motorik
dan sensorik, tetapi juga pada kemampuan memori, penglihatan ataupun
bicara, bahkan beberapa tahun setelah stroke, plastisitas otak dapat
terus terjadi sepanjang kehidupan.
Masih ada
harapan untuk lebih baik, bagi penderita pasca kerusakan otak, asal
ada kemauan exercise (latihan) rutin dalam keseharian hidup kita
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat,
Jalaluddin. 2005. Belajar
Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC
Kulak W,
Sobaniec W. Molecular mechanisms of brain plasticity: neurophysiologic and
neuroimaging studies in the developing patients. Rocz Akad Med Bialymst.
2004;49:227-36.
WebMDnetwork.
MedicineNet.com. 2004 [diakses 19 Januari 2017]; diunduh
dari: www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=7785
Johnston
MV. Plasticity in the developing brain: implications for rehabilitation. Dev
Disabil Res Rev. 2009;15:94-101.
Leocani L,
Comi G. Electrophysiological studies of brain plasticity of the motor system.
Neurol Sci. 2006;27:S27-9.
Koukkou M,
Lehmann D. Experience-dependent brain plasticity: A key concept for studying
nonconsious decisions. International Congress Series. 2006;1286:45-52.
Nass R.
Handbook of Neuropsychology. In: Segalowitz SJ, Rapin I, eds. Plasticity:
mechanism, extent and limits: Elsevier Science 2002. [diakses 19 Januari
2017]; diunduh dari http://books.google.co.id/books?id=jALJFGqb8p0C&pg=PA29&lpg=PA29&dq=brain+plasticity,+mechanism,+pediatrics
Anderson
V, Catroppa C, Morse S, Haritou F, Rosenfeld J. Functional plasticity or
vulnerability after early brain injury? Pediatrics. 2005;116:1374-82.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar